Halaman

Selasa, 11 Juni 2013

MEMBANGUN KAWASAN PERBATASAN KALIMANTAN BARAT: PERMASALAHAN, TIGA PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN MODEL PEMERINTAHAN ADMINISTRATIF




Kami adalah warga negara Indonesia di wilayah perbatasan Kalimantan Barat
Tahukah kalian bagaimana keadaan kami ?
Kami lebih sering mendapatkan siaran televisi dari Malaysia
Kami lebih sering datang ke pusat-pusat kota Malaysia
Kami lebih sering berobat ke Malaysia
Kami lebih sering bekerja di Malaysia
Kami lebih sering belanja di Malaysia
Dan yang pasti kami lebih sering berhubungan dengan Malaysia dibandingkan Indonesia
Sepenggal puisi di atas kiranya sudah cukup untuk mendeskripsikan kondisi yang dialami oleh saudara kita yakni mereka yang hidup di kawasan perbatasan Kalimantan Barat (Kalbar). Jauh dari keramaian pusat Ibu Kota Provinsi Pontianak, apalagi Ibu Kota Negara Jakarta. Atau boleh jadi mereka lebih tahu tentang Kuching dari pada Pontianak, lebih tahu tentang Kuala Lumpur dari pada Jakarta, lebih tahu tentang Malaysia dari pada Indonesia. Lucu kedengarannya tapi itulah kenyataan.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan kawasan perbatasan Kalbar. Apakah salah urus atau sama sekali memang tak pernah diurus. 66 tahun Indonesia merdeka, kondisinya masih tetap demikian, jika pun ada proyek pembangunan masih berupa janji yang menjadi harapan kemudian lenyap melayang. Kunjungan pejabat masih berupa seremonial, tak memberikan dampak maupun perubahan. Wajah kawasan perbatasan lebih seperti dapurnya sebuah rumah tangga pemerintahan, jauh dari jatah kue pembangunan.  
Kondisi Umum Kawasan Perbatasan Kalbar
Kita mulai dengan melihat kondisi umum kawasan perbatasan Kalbar. Kawasan perbatasan Kalbar ialah berada pada 5 kabupaten yang luasnya 149.295,1 Km2, terdiri dari : Kabupaten Sambas 6.395,7 Km2, Kabupaten Bengkayang 5.900,3 Km2, Kabupaten Sanggau 18.302,0 Km2, Kabupaten Sintang 32.297,0 Km2, dan Kabupaten Kapuas Hulu 29.842,0 Km2. Panjang ± 966 km, melintasi 140 desa, 15 kecamatan dengan luas ±  20.352 Km². Ada sekitar 50 jalan setapak menghubungkan 55 desa di Kalbar dengan 32 kampung di Sarawak. Namun demikian, setidaknya ada 5 titik kawasan perbatasan Kalbar yang saat ini mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, yaitu: Aruk Kabupaten Sambas, Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang, Entikong Kabupaten Sanggau, Jasa Kabupaten Sintang, dan Nanga Badau Kabupaten Kapuas Hulu.
Permasalahan Kawasan Perbatasan Kalbar
Kondisi umum kawasan perbatasan yang demikian menimbulkan permasalahan tersendiri. Permasalahan tersebut antara lain sebagai berikut :
1.  Masalah kedaulatan negara. Kedaulatan negara berkaitan dengan penegasan batas wilayah dan perusakan patok batas. Ada 5 titik batas wilayah yang belum diselesaikan yaitu : (1) Tanjung Dato bahwa hasil pengukuran bersama tidak sesuai dengan perjanjian Tahun 1891 sehingga Indonesia dirugikan seluas 1.499 Ha (Zona Status Quo Camar Bulan), (2) Gunung Raya bahwa garis batas Gunung Raya I & II hasil join survei tidak dapat disepakati oleh kedua pihak, (3) G.Jagoi/S.Buan bahwa kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan konvensi London 1928. (4) Batu Aum bawa penerapan arah & jarak tidak diterima kedua belah pihak. (5) Titik D. 400 bahwa hasil survei RI-MAL Tahun 1987/1988 tidak menemukan Watershed. Berikutnya bahwa Kalbar memiliki 5.784 patok batas dari Tanjung Datuk hingga Gunung Camaru. Dari titik-titik tersebut terdapat beberapa yang mengalami pergeseran seperti berubahnya patok batas di Taman Nasional Betung Karihun di Kecamatan Benua Martinus Kabupaten Kapuas Hulu, Patok J. 421 di Sungai Tekam Kabupaten Sanggau yang telah bergeser 10 meter dari tempat asal, dan Patok A.102 dan A.104 di Temajo Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas juga telah bergeser sekitar 350 meter.
2.   Masalah kesenjangan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat perbatasan. Hal ini dapat kita lihat dari kondisi rumah penduduk yang sangat jauh kesenjangannya yakni antara Warga Negara Indonesia yang tinggal di daerah perbatasan dengan Warga Negara Malaysia di Serawak. Mereka yang hidup di perbatasan umumnya memiliki rumah yang berbahan dasar kayu beratapkan seng yang sudah cukup tua dengan fasilitas yang minim. Sementara tetangga yang tinggalnya tidak jauh dari mereka yakni Warga Negara Malaysia memiliki rumah yang berbahan dasar semen beratapkan seng yang bagus dengan fasilitas yang lengkap serta penataan yang baik.
3.  Masalah berkenaan dengan luas wilayah. Kondisi wilayah perbatasan Kalbar yang sangat luas menjadi masalah tersendiri terutama mengenai pengawasan dan pengamanan. Jumlah personil TNI dan Polri masih terbatas. Pos pengawasan dan pengamanan yang belum mendukung juga merupakan catatan tersendiri yang harus digaris bawahi.
4.  Masalah keterbatasan sarana dan prasarana wilayah. Kawasan perbatasan Kalbar sangat kurang akan transportasi, listrik, air bersih, telekomunikasi, pendidikan dan kesehatan. Hal ini membuat kawasan ini diklasifikasikan sebagai wilayah tertinggal.
Tiga Pendekatan Pembangunan
Terkait masalah yang ada pada kawasan perbatasan Kalbar, kiranya kita sepakat untuk segera mengatasinya dengan melakukan pembangunan. Dengan memahami masalah di atas maka ada tiga pendekatan pembangunan yang dapat dilakukan yakni security, prosperity, dan sustainability.
Pertama, security yakni pertahanan dan keamanan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah pendekatan pembangunan guna menjaga keutuhan NKRI melalui pengamanan teritorial wilayah perbatasan. Pendekatan ini diletakkan pertama karena masalah kedaulatan dan keutuhan NKRI merupakan harga mati dan tak bisa ditawar. Tak boleh sejengkal pun wilayah Indonesia diganggu oleh negara lain. Strategi pembangunan yang dapat dilakukan ialah segera menyelesaikan masalah batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia. Dan peningkatan pengamanan dan pengawasan terhadap patok batas.
Kedua, prosperity yakni kesejahteraan masyarakat adalah  pendekatan pembangunan yang diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan. Strategi pembangunan yang dilakukan melalui pendekatan ini ialah   membangun infrastruktur dasar seperti transportasi, listrik, air bersih, telekomunikasi dengan mengikutsertakan  peran swasta dan masyarakat. Berikutnya mengembangkan kawasan sentra produk unggulan dan meningkatkan produksi di sektor hulu untuk memperkuat  struktur ekonomi kawasan perbatasan. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan (Border Bevelopment Center)  di Aruk, Jagoi Babang, Entikong, Jasa dan Nanga Badau. Meningkatkan pembangunan prasarana dan sarana pendidikan dan kesehatan serta meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat perbatasan dan kapasitas.
Ketiga, sustainability yakni kelestarian lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan adalah pendekatan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Artinya, setiap pembangunan berupa infrastruktur hendaklah memperhatikan kelestarian lingkungan khususnya tetap menjaga hutan konservasi yang ada. Strategi pembangunannya ialah meningkatkan pengawasan terhadap pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti maraknya berbagai kegiatan illegal, eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan guna melindungi kelestarian hutan dan lingkungan secara berkelanjutan.
Model Pemerintahan Administratif Untuk Kawasan Perbatasan Kalbar
Dengan pengalaman otonomi daerah yang saat ini dilaksanakan di Kalbar ternyata pemerintah belumlah optimal mengatasi permasalahan di wilayah kawasan perbatasan. Ada hal-hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah terutama berkenaan urusan pertahanan keamanan yang mana itu merupakan kewenangan pemerintah pusat. Oleh karena itu perlu model pemerintahan yang khusus untuk mengatasi masalah tersebut.
Dengan memperhatikan tiga pendekatan pembangunan kawasan perbatasan Kalbar yakni security, prosperity, dan sustainability maka diperlukan model pemerintahan otonom bagi kawasan perbatasan Kalbar. Model pemerintahan tersebut ialah membuat semacam pemerintahan administratif yang koordinasinya langsung ke pusat. Pemerintahan administratif ini dapat dibentuk dengan menggabungkan beberapa kecamatan di wilayah perbatasan.
Secara aturan pemerintahan administratif di kawasan perbatasan Kalbar sangat memungkinkan. Hal ini terdapat pada pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yakni disebutkan bahwa untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam provinsi dan atau kabupaten/kota. Lalu pada penjelasan pasal 9 ayat (3) disebutkan bahwa fungsi pemerintahan tertentu dalam ketentuan ini antara lain, pertahanan negara, pendayagunaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau tertentu/terluas, lembaga permasyarakatan, pelestarian warisan budaya dan cagar alam, pelestarian lingkungan hidup, riset dan teknologi.
Pemerintahan administratif ini selain memiliki kewenangan yang sifatnya otonomi daerah juga memiliki kewenangan pemerintah pusat. Dalam penyelenggaraannya tidak ada unsur DPRD yang mana kepala daerahnya merupakan jabatan karier yang ditentukan melalui seleksi fit and propertest. Secara pembiayaan pun sebagian besar berasal dari APBN.
Adapun beberapa pemerintahan administratif yang dapat dibentuk antara lain :
1.   Pemerintahan administratif yang terdiri dari Paloh, Sajingan Besar, Galing, Tanggaran, dan Teluk Keramat yang berada di Kabupaten Sambas.
2.   Pemerintahan administratif yang terdiri dari Seluas, Jagoi Babang, Siding, Sanggau Ledo, dan Tujuh Belas yang berada di Kabupaten Bengkayang.
3. Pemerintahan administratif yang terdiri dari Sekayam, Entikong, Beduai, Noyan, dan Kembayan yang berada di Kabupaten Sanggau.
4.  Pemerintahan administratif yang terdiri dari Ketungau Hulu, Ketungau Tengah, Belitang Hulu, Belitang Hilir, dan Belitang yang berada di Kabupaten Sintang.
5.  Pemerintahan administratif yang terdiri dari Badau, Puring Kencana, Batang Lupar, Embaloh Hulu dan Empanang yang berada di Kabupaten Kapuas Hulu.
Penutup
Merupakan sebuah realita bahwa kondisi perbatasan Kalbar masih jauh dari cita-cita dan harapan sebuah negara yang merdeka. Daerah batas yang kenyataannya menghubungkan antara Indonesia dengan negara tentangga Malaysia masih seperti dapurnya sebuah rumah tangga pemerintahan, tertinggal, dan jauh dari pembangunan. Hal inilah yang kemudian menimbulkan banyak permasalahan yakni masalah kedaulatan  negara, masalah kesenjangan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat perbatasan, masalah berkenaan dengan luas wilayah, dan masalah keterbatasan sarana dan prasarana wilayah.
Namun bukan mustahil wajah perbatasan Kalbar yang demikian itu kita rubah. Caranya ialah dengan melakukan pembangunan. Dalam melakukan pembangunan ini ada tiga pendekatan yakni security, prosperity, dan sustainability. Dan solusi yang bisa dilakukan ialah dengan model pemerintahan administratif di kawasan perbatasan.
Dengan model pemerintahan administratif ini diharapkan arus pembangunan dapat langsung dari pusat ke daerah dengan pembiayaan melalui APBN. Anggapan bahwa kawasan perbatasan itu dapurnya rumah tangga pemerintahan harus dirubah menjadi beranda depan yang harus dirias, dirawat, dirapikan, dan dibersihkan setiap saat. Tujuan akhirnya ialah memberikan pembangunan untuk masyarakat di kawasan perbatasan. Semoga bermanfaat. 

(Artikel ini pernah diterbitkan di Buletin Provesional Bandiklat Provinsi Kalbar)